Sungguh pemandangan yang mengerikan. Wajah mayat rusak seperti disiksa, anggota tubuh tidak ada yang utuh. Kulitnya mengelupas, tampak bekas disayat. Wajah mayat, yang masih muda, tampak mengkerut, dengan rambut yang tegak berdiri, seolah tidak kuat menahan kekuatan yang menyiksanya setiap saat.
Desa Pelalawan, Riau, adalah desa yang gersang dan penduduknya sebagian besar miskin. Mata pencaharian penduduknya umumnya adalah nelayan. Rata-rata pendidikan penduduk di sana juga rendah, padahal Provinsi Riau termasuk kaya sumber daya alam. Tapi kekayaan itu tak berbekas untuk rakyatnya.
Zaman dulu penduduk di sana termasuk taat beragama. Banyak pendakwah dari ranah Minang yang menetap. Namun kini taat kepada agama, sebagai warisan turun-temurun, mulai tergerus oleh zaman dan budaya luar, yang semakin lama semakin kuat.
Dulu, mana ada anak muda yang tidak shalat? Shalat itu tiang agama, dan kepada mereka ditanamkan perasaan malu dan berdosa bila meninggalkan shalat, oleh para tetua. Shalat adalah hal pertama yang ditanya di alam kubur. Kalau amalan shalatnya beres, beres pula amalan lain. Shalat adalah kewajiban khusus yang diterima langsung oleh Baginda Rasulullah Muhammad SAW dari Allah SWT dalam peristiwa Isra Mi’raj.
Jeritan Histeris
Keluarga Hamdani termasuk keluarga sederhana dan religius. Semua anggota keluarga itu taat menjalankan ibadah, termasuk dan terutama shalat. Kecuali seorang anaknya, yang baru saja meninggal dan telah dikuburkan.
Entah karena alasan apa, sang bapak bersikeras agar makam putranya itu digali kembali.
Tentu saja hal itu membuat orang sedesanya bertanya-tanya.
Para pemuka agama sudah membujuk agar kematian anaknya itu diikhlaskan saja, tapi hati sang bapak sudah tidak bisa diluluhkan lagi.
Maka penggalian pun dilakukan, disaksikan penduduk desa.
Ajaib. Ketika penggali makam sudah mencapai tempat mayat, yang ia dengar adalah jeritan histeris. Ia keluar dengan wajah pucat seperti kapas, dan dari pandangan matanya terlihat ketakutan yang luar biasa.
“Aku… aku mendengar suara jeritan kesakitan… dari mayat anak itu,” katanya terbata-bata.
Beberapa orang lalu menyusul ke dalam kubur dan mengangkat mayat tersebut, yang berantakan.
Sungguh pemandangan yang mengerikan. Wajah mayat rusak seperti disiksa, anggota tubuh tidak ada yang utuh. Kulitnya mengelupas, tampak bekas disayat. Wajah mayat, yang masih muda, tampak mengkerut, dengan rambut yang tegak berdiri, seolah tidak kuat menahan kekuatan yang menyiksanya setiap saat.
Inilah bukti dan berita besar dari kubur tentang mereka yang ragu-ragu dengan adanya siksa kubur. Sungguh ini harusnya menjadi pelajaran.
Pak Hamdani menggumam, tidak tahu apa yang harus ia ucapkan. Ia hanya mengatakan bahwa anaknya itu memang susah kalau disuruh shalat. Bahkan sejak dia kecil. Apalagi setelah besar dan punya pergaulan sendiri.
Mayat pun kemudian dikubur seperti sedia kala.
Apa yang terjadi pada anak Pak Hamdani itu telah menggemparkan seluruh penduduk desa. Di balik segala sesuatu, termasuk yang tampaknya buruk, pasti ada hikmah baik yang tersembunyi. Ya, hikmah itu antara lain adalah efek dakwah, yang setelah peristiwa penggalian kuburan itu terasa sekali. Surau yang ada satu-satunya dan nyaris rubuh kembali dikunjungi umatnya. Pengajian rutin tidak hanya dihadiri orang tua, tapi juga para remaja. Shalat berjama’ah hidup kembali.
Semoga tidak ada lagi kaum muslimin yang merasa berat mengerjakan shalat. Amin.
Habib Abdul Muththallib bin Hasyim Alaydrus : Peringatan Keras
Sahabat Jabir RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan shalat lima waktu itu bagaikan sungai yang lebar yang mengalir di muka pintu rumah salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi daripadanya tiap hari lima kali. Maka, apakah yang demikian itu masih ada ketinggalan kotorannya.” (HR Muslim).
Pada sabda lainnya, Rasulullah SAW mengingatkan kita semua, “Amal seorang hamba yang mula-mula dihisab pada hari Kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, baik pula seluruh amalnya. Tapi jika shalatnya rusak, rusak pula seluruh amalnya.”
Dalam kitab Az-Zawajir, karya Syaikh Ibn Hajar Al-Haitami, disebutkan, orang yang meremehkan shalat akan dihukum Allah dengan lima siksaan di dunia, tiga siksaan saat mati, tiga siksaan dalam kubur, dan tiga siksaan ketika dibangkitkan dari kubur.
Siksaan yang dialami di dunia ialah dicabut berkah umurnya, dihapus tanda keshalihan dari wajahnya, amal baik yang dikerjakan tidak ada pahalanya, doanya tidak sampai ke langit, dan tidak mendapat bagian dari doa orang-orang shalih.
Adapun hukuman yang terkena padanya ketika mati ialah matinya dalam keadaan hina, kelaparan, dan kehausan. Andaikan dituangkan kepadanya air samudera, tidak akan hilang hausnya.
Sedangkan hukuman yang menimpa dalam kubur ialah disempitkan kuburnya sehingga tulang-tulang rusuknya hancur, dinyalakan api dalam kuburnya, didatangkan kepadanya ular bernama Syuja’ al-Aqra’, yang matanya dari api dan kukunya dari besi, yang menyiksanya siang dan malam.
Kisah yang menimpa putra Pak Hamdani ini benar-benar menjadi peringatan keras bagi orang yang melalaikan shalat. Mudah-mudahan kisah Sentuhan Qalbu ini bisa menggugah bathin orang yang masih suka meninggalkan shalat.
Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Rajab. Mari kita memperbanyak memohon ampunan Allah SWT, memohon rahmat-Nya, terutama atas kelalaian kita dalam shalat selama ini. Dan untuk selanjutnya mari kita menghiasi diri kita dengan shalat. Demikian nasihat Habib Abdul Muthallib bin Hasyim Alaydrus, pembina Majelis Ta’lim Safinatu Nuh Palmerah, Jakarta Barat
|
Home »
» Berita dari Kubur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar