Habib Abdullah, putra ter-tua Habib Husein (lihat Manaqib), menerima kedatangan alKisah
dengan penuh kehangatan. Wajahnya teduh, cara bertuturnya amat
santun, logatnya terasa sekali Sunda-nya. Sesekali obrolan kami
diselingi tawa canda yang semakin mencairkan suasana. Meski baru pertama
kali berjumpa, rasanya seperti sudah mengenal lama.
Demikian sosok Habib Abdullah bin Husein bin Abdullah bin Muhsin
Al-Attas, yang saat ini dipercaya mengemban amanah sebagai munshib,
atau pemimpin, dalam kepengurusan di lingkungan makam kakeknya, Habib
Abdullah bin Muhsin Al-Attas, ”Habib Keramat Empang Bogor”.
Terkadang orang menyebutnya sebagai khalifah Keramat Empang Bogor.
Tentunya, makna khalifah di sini tidak dalam pengertian kekhilafahan
umat Islam. Khalifah di sini bermakna ”pengganti”, maksudnya, Habib
Abdullah-lah saat ini yang tengah mengemban amanah berat untuk
menggantikan posisi munshib sebelumnya, yaitu Habib Abdullah bin Zen
Al-Attas, yang wafat setahun silam.
Manshabah (kemunshiban) di sini adalah amanah otoritas dalam mengurus
hal-ihwal di lingkungan makam Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas
berikut segala peninggalannya.
Wasiat Shahibul Maqam
Sepeninggal Habib Abdullah bin Zen Al-Attas, munshib Keramat Empang
Bogor sebelumnya, Habib Abdullah bin Husein Al-Attas ditunjuk menjadi
khalifahnya. Penunjukan ini tak lepas dari wasiat Habib Abdullah bin
Muhsin.
Sebelum wafat, Habib Abdullah bin Muhsin mewasiatkan pola penggantian
kepemimpinan yang agak berbeda dengan kebiasaan di tempat-tempat
lainnya. Bila di tempat-tempat lainnya, biasanya pola kepemimpinan
adalah dari kakek ke ayah kemudian ke anak, lalu ke cucu, terus ke
cicit, dan demikian seterusnya. Namun sesuai amanat tertulis dari Habib
Abdullah bin Muhsin, yang tercantum dalam akta notaris yang
ditandatangani oleh notaris Belanda bernama Thomas, kepemimpinan yang
akan meneruskan estafet dakwahnya dimulai dari putra tertuanya,
berlanjut kepada putra tertua berikutnya, hingga putra terakhir yang
masih ada.
Kalau putra-putranya sudah wafat semuanya, kepemimpinan dilanjutkan
pada generasi cucu Habib Abdullah, yaitu pada cucu tertua, yang, kalau
sudah wafat, kepemimpinan diserahkan pada cucu tertua berikutnya.
Demi menjalankan amanah yang digariskan Habib Abdullah bin Muhsin
sendiri, selama ini pergantian manshabah berjalan dengan mulus. Saat
ini, giliran Habib Abdullah bin Husein Al-Attas-lah, sebagai cucu Habib
Abdullah bin Muhsin, yang mengemban amanah memegang manshabah tersebut.
Tak Boleh Keluar Rumah
Sosok Habib Abdullah bin Husein memang sosok yang amat bersahaja.
Seperti halnya para munshib sebelumnya, sehari-hari Habib Abdullah
berpakaian sederhana. Hanya pada acara-acara besar ia memakai jubah dan
imamah.
Habib Abdullah, semasa mudanya, lebih mendalami pendidikan umum,
bahkan sampai ia berhasil menggondol gelar sarjana. Namun demikian,
”Saya rasakan, ternyata pendidikan agama memang lebih bermanfaat untuk
kehidupan kita semua. Pendidikan umum tetap penting, tapi pendidikan
agama tetap lebih penting. Ini yang saya rasakan sekarang. Yang ideal,
tentunya kalau seseorang dapat memiliki pengetahuan mendalam baik pada
pendidikan umum maupun pendidikan agamanya,” ujar Habib Abdullah.
Di masa kecil, Habib Abdullah merasakan masa-masa indah selama ia
dalam didikan dan asuhan ayahandanya, Habib Husein bin Abdullah bin
Muhsin Al-Attas. Di matanya, sang ayah adalah sosok orangtua sekaligus
sahabat. Ayahnya tak pernah memaksakan kehendaknya sendiri, sebagai
pertanda sikap bijak seorangtua. Semua anaknya diberi kebebasan pada
bidang keilmuan yang disukainya.
Habib Abdullah juga merasakan kehangatan hubungan saat ayahnya masih
hidup. ”Kepada anak-anak, Abah sering mengajak bergurau. Beliau memang
seorang yang senang bergurau, bahkan di tengah keluarga. Kami semua
merasa segan kepadanya, tapi tak merasa sungkan,” ujar Habib Abdullah
mengenang sikap sang ayah di tengah-tengah keluarganya.
Beranjak dewasa, sebagaimana saudara-saudaranya yang lain, Habib
Abdullah mengutarakan keinginannya kepada sang ayah untuk dapat hidup
mandiri dan tinggal di luar lingkungan keluarga besar Habib Abdullah
bin Muhsin Al-Attas. Tapi apa yang dikatakan oleh Habib Husein saat
itu?
”Tidak perlu. Ente tidak perlu keluar dari rumah ini,” demikian
kira-kira yang dikatakan Habib Husein kepada anak laki-laki tertuanya
ini.
Habib Abdullah merasa keheranan dibuatnya. Kalau saudara-saudaranya
yang lain diperbolehkan, mengapa dirinya sendiri yang tidak boleh keluar
rumah?
”Meski dalam hati saya bertanya-tanya, saya tetap menuruti apa yang
dikatakan Abah. Ternyata sekarang saya tahu hikmah apa di balik
perkataan beliau. Saya memang tidak boleh keluar rumah, sebab suatu
saat nanti amanah memegang makam keramat Habib Abdullah bin Muhsin ini
akan saya emban,” kata Habib Abdullah lagi.
Menapaki Jalan para Pendahulu
Mengemban amanah manshabah memang bukan hal ringan. ”Di satu sisi
hati saya merasakan beratnya beban menerima amanah berat ini. Tapi di
sisi lain saya merasa bahagia bahwa, di sisa-sisa umur saya, Allah masih
memberi kesempatan kepada saya untuk dapat berkhidmah pada kakek
saya,” ujar Habib Abdullah kemudian.
Kini, hari demi hari diisi Habib Abdullah dengan penuh kegiatan,
setidaknya menerima tamu-tamu Habib Abdullah bin Muhsin yang
sehari-harinya hampir tak pernah sepi dari para tamu dari berbagai
daerah, dalam dan luar kota Bogor.
Selain peninggalan-peninggalan kakeknya, Habib Abdullah bin Muhsin,
terutama kepengurusan atas masjid dan makamnya, peninggalan sang ayah,
yaitu Majelis Ta’lim An-Nur juga terus ia makmurkan.
Bila datang hari Kamis petang, Anda akan menyaksikan suasana di
sekitar pemakaman Keramat Empang Bogor yang disesaki ribuan jama’ah.
Saat ini, Habib Abdullah-lah yang mengasuh majelis peninggalan Habib
Husein tersebut.
Acara Majelis biasanya dimulai dari ba’da ashar, dengan pembacaan
Maulid Nabi dan taushiyah-taushiyah dari para ulama kota Bogor dan
sekitarnya. Terkadang, kalau ada tamu ulama dari luar, mereka
dipersilakan untuk turut menyampaikan mauizhah di majelis tersebut.
Seusai majelis, menjelang maghrib, para jama’ah bersama-sama,
dipimpin oleh Habib Abdullah bin Husein, melangsungkan ziarah ke makam
Habib Abdullah bin Muhsin, yang letaknya bersebelahan dengan Masjid
An-Nur, tempat diselenggarakannya majelis An-Nur.
Selain melanjutkan Majelis An-Nur, saat ini Habib Abdullah juga aktif
menerima undangan-undangan majelis di berbagai tempat, khususnya di
kota Bogor dan sekitarnya.
Dalam perbincangan dengan alKisah, Habib Abdullah
mengutarakan bahwa, selama mengemban amanah sebagai munshib, ia
bertekad akan memelihara peninggalan-peninggalan para salaf
(pendahulu)-nya sekaligus melakukan perbaikan-perbaikan yang
diperlukan, khususnya dalam hal fisik bangunan dalam kompleks makam,
masjid, dan rumah peninggalan Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas.
Pengembangan yang dilakukannya tentu dengan tetap memperhatikan
kelestarian peninggalan sang datuk, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas.
Seperti halnya saat ayahnya, Habib Husein bin Abdullah, mengganti
bangunan rumah Habib Abdullah bin Muhsin menjadi bangunan yang lebih
permanen. Namun demikian, beberapa bagian penting dari rumah itu tetap
dipertahankan kelestariannya.
Dalam memelihara, melestarikan, dan mengembangkan peninggalan Habib
Abdullah bin Muhsin Al-Attas, Habib Abdullah juga memiliki visi seperti
yang pernah dilakukan ayahnya dan para munshib sebelumnya. Habib
Abdullah berusaha sedapatnya agar terus melakukan perbaikan dan
perluasan yang diperlukan, demi kemaslahatan bersama, khususnya bagi
para jama’ah dan tamu-tamu Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar