Ketika kita
membaca kalimat diatas
maka didalam hati
kita sudah tersirat
bahwa kalimat ini akan
langsung membuat alergi
bagi sebagian kelompok
muslimin, saya akan meringkas
penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).
Sifat manusia cenderung merayakan
sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan,
kekayaan atau lainnya,
mereka merayakannya dengan pesta,
mabuk mabukan, berjoget
bersama, wayang, lenong
atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian
adat istiadat diseluruh dunia. Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana
kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para
Nabi Nya, Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera
atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS
Maryam 33) Firman Allah :
“Salam Sejahtera dari
kami (untuk Yahya
as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia
dibangkitkan” (QS Maryam 15) Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan
(Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)
Berkata Utsman
bin Abil Ash
Asstaqafiy dari ibunya
yang menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika
Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman)
melihat bintang bintang
mendekat hingga ia
takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu
ia melihat cahaya
terang benderang keluar
dari Bunda Nabi
saw hingga membuat terang
benderangnya kamar dan
rumah (Fathul Bari
Almasyhur juz 6 hal 583)
Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi
beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
Riwayat shahih
oleh Ibn Hibban
dan Hakim bahwa
Ibunda Nabi saw
saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga
pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur
juz 6 hal 583)
Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela
besar di Istana
Kisra, dan Padamnya
Api di Kekaisaran
Persia yang 1000 tahun tak pernah
padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Kenapa kejadian kejadian ini
dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan
kelahiran Nabi saw,
dan Allah swt
telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah
saw di Alam
ini, sebagaimana Dia
swt telah pula
membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari
kelahiran beliau saw Ketika beliau
saw ditanya mengenai
puasa di hari
senin, beliau saw
menjawab : “Itu adalah
hari kelahiranku, dan
hari aku dibangkitkan”
(Shahih Muslim hadits
no.1162).
dari hadits ini sebagian saudara2
kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dengan puasa. Rasul saw
jelas jelas memberi
pemahaman bahwa hari
senin itu berbeda
dihadapan beliau saw daripada
hari lainnya, dan
hari senin itu
adalah hari kelahiran
beliau saw. Karena beliau
saw tak menjawab misalnya : “oh
puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda :
“itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran
beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya.
Contoh mudah
misalnya zeyd bertanya
pada amir :
“bagaimana kalau kita
berangkat umroh pada 1
Januari?”, maka amir
menjawab : “oh
itu hari kelahiran
saya”. Nah.. bukankah jelas
jelas bahwa zeyd
memahami bahwa 1 januari adalah
hari yang berbeda dari hari hari
lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah
hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang perhatian pada hari
kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah ia tak
perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw
tak memerintahkan puasa hari senin untuk
merayakan kelahirannya, pertanyaan
sahabat ini berbeda maksud
dengan jawaban beliau
saw yang lebih
luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana
contoh diatas, Amir
tak mmerintahkan umroh
pada 1 januari karena
itu adalah hari
kelahirannya, maka mereka
yang berpendapat bahwa boleh
merayakan maulid hanya
dengan puasa saja
maka tentunya dari
dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu
bertanya tentang puasa
senin, maksudnya boleh
atau tidak?, Rasul
saw menjawab : hari
itu hari kelahiranku,
menunjukkan hari kelahiran
beliau saw ada
nilai tambah pada pribadi
beliau saw, sekaligus
diperbolehkannya puasa dihari
itu. Maka jelaslah sudah
bahwa Nabi saw
termasuk yang perhatian
pada hari kelahiran
beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya
islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran
Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra :
“Izinkan aku memujimu wahai
Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab:
“silahkan..,maka Allah akan
membuat bibirmu terjaga”,
maka Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan
engkau (wahai nabi saw) saat hari
kelahiranmu maka terbitlah
cahaya dibumi hingga
terang benderang, dan langit
bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan
dalam tuntunan kemuliaan
(Al Qur’an) kami
terus mendalaminya” (Mustadrak
‘ala shahihain hadits no.5417)
Kasih sayang Allah atas kafir yang
gembira atas kelahiran Nabi saw Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib
melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas
bertanya padanya :
“bagaimana keadaanmu?”, abu
lahab menjawab : “di
neraka, Cuma diringankan
siksaku setiap senin
karena aku membebaskan
budakku Tsuwaibah karena gembiraku
atas kelahiran Rasul
saw” (Shahih Bukhari
hadits no.4813, Sunan Imam
Baihaqi Alkubra hadits
no.13701, syi’bul iman
no.281, fathul baari Almasyhur
juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh,
namun tentunya Allah
berhak menambah siksanya
atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya
setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan
membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan
hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat
dijadikan hujjah sebagai
manakib, sejarah dan lainnya, misalnya
mimpi orang kafir atas
kebangkitan Nabi saw,
maka tentunya hal
itu dijadikan hujjah
atas kebangkitan Nabi saw
maka Imam imam
diatas yang meriwayatkan
hal itu tentunya menjadi hujjah
bagi kita bahwa
hal itu benar
adanya, karena diakui
oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair
pujian di masjid Hassan bin Tsabit
ra membaca syair
di Masjid Nabawiy
yang lalu ditegur
oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca
syair nasyidah disini dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau wahai Umar
(yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata :
“bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan doa :
wahai Allah bantulah
ia dengan ruhulqudus?,
maka Abu Hurairah
ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040,
Shahih Muslim hadits no.2485)
Ini
menunjukkan bahwa pembacaan
Syair di masjid
tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa
hadits shahih yang menjelaskan larangan
syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang dilarang
adalah syair syair yang membawa pada Ghaflah, pada keduniawian,
namun syair syair
yang memuji Allah
dan Rasul Nya
maka hal itu diperbolehkan oleh
Rasul saw bahkan
dipuji dan didoakan
oleh beliau saw sebagaimana riwayat
diatas, dan masih
banyak riwayat lain
sebagaimana dijelaskan bahwa
Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia
berdiri untuk melantunkan
syair syairnya (Mustadrak
ala shahihain hadits
no.6058, sunan Attirmidzi hadits
no.2846) oleh Aisyah
ra bahwa ketika
ada beberapa sahabat yang
mengecam Hassan bin
Tsabit ra maka
Aisyah ra berkata
: “Jangan kalian
caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad
Abu Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits
atas perayaan Maulid
1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar
Al Asqalaniy rahimahullah : Telah
jelas dan kuat
riwayat yang sampai
padaku dari shahihain
bahwa Nabi saw datang
ke Madinah dan
bertemu dengan Yahudi
yang berpuasa hari
asyura (10 Muharram), maka
Rasul saw bertanya
maka mereka berkata
: “hari ini
hari ditenggelamkannya
Fir’aun dan Allah
menyelamatkan Musa, maka
kami berpuasa sebagai tanda
syukur pada Allah
swt, maka bersabda
Rasul saw :
“kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka
diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yang diberikan pada suatu
hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dengan
pelbagai cara, seperti
sujud syukur, puasa,
shadaqah, membaca Alqur’an, maka
nikmat apalagi yang
melebihi kebangkitan Nabi
ini?, telah berfirman Allah swt
“SUNGGUH ALLAH TELAH
MEMBERIKAN ANUGERAH PADA
ORANG ORANG MUKMININ KETIKA
DIBANGKITKANNYA RASUL DARI
MEREKA” (QS Al Imran 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh
Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah : Telah
jelas padaku bahwa
telah muncul riwayat Baihaqi
bahwa Rasul saw ber akikah untuk
dirinya setelah beliau
saw menjadi Nabi
(Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dengan sanad
shahih dan Sunan
Imam Baihaqi Alkubra
Juz 9 hal.300),
dan telah diriwayatkan bahwa
telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun,
dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah
beliau saw yang
kedua atas dirinya
adalah sebagai tanda
syukur beliau saw
kepada Allah swt yang
telah membangkitkan beliau
saw sebagai Rahmatan
lil’aalamiin dan membawa Syariah
utk ummatnya, maka
sebaiknya bagi kita
juga untuk menunjukkan
tasyakkuran dengan Maulid
beliau saw dengan
mengumpulkan teman teman
dan saudara saudara, menjamu
dengan makanan makanan
dan yang serupa
itu untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku
khusus mengenai perayaan
maulid dengan nama :“Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
3. Pendapat Imam Al hafidh Abu
Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) : Merupakan Bid’ah
hasanah yang mulia
dizaman kita ini
adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari
kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para
fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa
cinta pada beliau saw, dan
bersyukur kepada Allah
dengan kelahiran Nabi saw.
4.
Pendapat Imamul Qurra’
Alhafidh Syamsuddin Aljazriy
rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif
bitta’rif Maulidissyariif : Telah diriwayatkan
Abu Lahab diperlihatkan
dalam mimpi dan
ditanya apa keadaanmu?, ia
menjawab : “di
neraka, tapi aku
mendapat keringanan setiap
malam senin, itu semua
sebab aku membebaskan
budakku Tsuwaibah demi
kegembiraanku atas kelahiran Nabi
(saw) dan karena
Tsuwaibah menyusuinya (saw)”
(shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya
di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka
bagaimana dengan muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi
saw?, maka demi usiaku, sungguh
balasan dari Tuhan
Yang Maha Pemurah
sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya
dengan sebab anugerah Nya.
5.
Pendapat Imam Al
Hafidh Syamsuddin bin
Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil
Haadiy : Serupa dengan
ucapan Imamul Qurra’
Alhafidh Syamsuddin Aljuzri,
yaitu menukil hadits Abu Lahab
6. Pendapat Imam Al Hafidh
Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Berkata ”tidak ilaksanakan maulid oleh
salaf hingga abad
ke tiga, tapi
dilaksanakan setelahnya, dan tetap
melaksanakannya umat islam
di seluruh pelosok
dunia dan bersedekah pada
malamnya dengan berbagai
macam sedekah dan
memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan
yang sangat besar”.
7. Imam Al hafidh Ibn Abidin
rahimahullah Dalam syarahnya
maulid ibn hajar
berkata : ”ketahuilah
salah satu bid’ah
hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi
rahimahullah Dengan karangan
maulidnya yang terkenal
”al aruus” juga
beliau berkata tentang pembacaan maulid,
”Sesungguhnya membawa keselamatan
tahun itu, dan
berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa
yang membacanya serta merayakannya”.
9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy
rahimahullah Dalam kitabnya
Al Mawahibulladunniyyah juz
1 hal 148
cetakan al maktab
al islami berkata: ”Maka Allah akan
menurukan rahmat Nya
kpd orang yang
menjadikan hari kelahiran Nabi
saw sebagai hari besar”.
10.
Imam Al hafidh
Al Muhaddis Abulkhattab
Umar bin Ali
bin Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dihyah alkalbi Dengan karangan maulidnya yang bernama
”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”
11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits
Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri
Dengan maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”
12. Imam al Hafidh Ibn Katsir Yang karangan kitab maulidnya dikenal dengan
nama : ”maulid ibn katsir”
13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy Dengan maulidnya ”maurid al hana fi maulid
assana”
14. Imam Al Hafidh Nasruddin
Addimasyqiy Telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al
mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi
maulid al hadi.
15. Imam assyakhawiy Dengan maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an
nabawi
16. Al allamah al faqih Ali zainal
Abidin As syamhudi Dengan maulidnya al
mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah
17. Al Imam Hafidz Wajihuddin
Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy
yang terkenal dengan ibn diba’
Dengan maulidnya addiba’i
18. Imam ibn hajar al haitsami Dengan maulidnya itmam anni’mah alal alam bi
maulid syayidi waladu adam
19. Imam Ibrahim Baajuri Mengarang
hasiah atas maulid
ibn hajar dengan nama
tuhfa al basyar
ala maulid ibn hajar
20. Al Allamah Ali Al Qari’ Dengan maulidnya maurud arrowi fi maulid
nabawi
21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far
bin Hasan Al barzanji Dengan maulidnya yang terkenal maulid barzanji
23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin
Jakfar al Kattani Dengan maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad
24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin
ismail An Nabhaniy Dengan maulid jawahir
an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
25. Imam Ibrahim Assyaibaniy Dengan maulid al maulid mustofa adnaani
26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy Dengan maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid
muhammadi”
27. Syihabuddin Al Halwani Dengan maulid fath
al latif fi syarah maulid assyarif
28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati Dengan
maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar
29. Asyeikh Ali Attanthowiy Dengan maulid nur as shofa’ fi maulid al
mustofa
30. As syeikh Muhammad Al maghribi
Dengan maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
Tiada satupun para Muhadditsin dan
para Imam yang menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan
pada Imam dan Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana disampaikan
oleh kalangan anti
maulid, maka mereka
ternyata hanya menggunting dan
memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas jelas meniru
kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam
pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini,
merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan Syariah Rasul saw, dan
menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada
kehidupan kita, hal
ini lumrah saja,
sebagaimana penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw
adalah berdiri, sebagaimana
diriwayatkan ketika sa’ad
bin Mu’adz ra datang
maka Rasul saw
berkata kepada kaum
anshar : “Berdirilah
untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits
no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.
Memang mengenai
berdiri penghormatan ini
ada ikhtilaf ulama,
sebagaimana yang dijelaskan bahwa
berkata Imam Alkhattabiy
bahwa berdirinya bawahan
untuk majikannya, juga berdirinya
murid untuk kedatangan
gurunya, dan berdiri
untuk kedatangan Imam yang
adil dan yang
semacamnya merupakan hal
yang baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yang dilarang
adalah berdiri untuk pemimpin yang duduk, dan
Imam Nawawi yang
berpendapat bila berdiri
untuk penghargaan maka
taka apa, sebagaimana Nabi saw
berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang, namun adapula
pendapat lain yang
melarang berdiri untuk
penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi
ala shahih muslim juz 12 hal 93)
Namun dari
semua pendapat itu,
tentulah berdiri saat
mahal qiyam dalam
membaca maulid itu tak
ada hubungan apa
apa dengan semua
perselisihan itu, karena
Rasul saw tidak dhohir
dalam pembacaan maulid
itu, lepas dari
anggapan ruh Rasul
saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah
seperti itu adalah masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir,
semua ucapan diatas adalah
perbedaan pendapat mengenai
berdiri penghormatan yang
Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
untuk memuliakan beliau saw.
Jauh
berbeda bila kita
yang berdiri penghormatan
mengingat jasa beliau
saw, tak terikat dengan beliau
hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut risalah
Nabi saw, dan
penghormatan kita kepada
kedatangan Islam, dan kerinduan
kita pada nabi
saw, sebagaimana kita
bersalam pada Nabi
saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.
Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh
Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan
terkemuka dizamannya bahwa
ia berkumpul bersama
para Muhaddits dan Imam
Imam besar dizamannya
dalam perkumpulan yang
padanya dibacakan puji pujian untuk nabi saw, lalu diantara
syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy
dan seluruh Imam
imam yang hadir
bersamanya, dan didapatkan kesejukan yang
luhur dan cukuplah
perbuatan mereka itu
sebagai panutan, dan berkata
Imam Ibn Hajar
Alhaitsamiy rahimahullah bahwa
Bid’ah hasanah sudah menjadi
kesepakatan para imam
bahwa itu merupakan
hal yang sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim
no.1017 yang terncantum pada Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan
mendapat pahala dan
bila ditinggalkan tidak
mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu
Bid’ah hasanah,
Dan
berkata pula Imam
Assakhawiy rahimahullah bahwa
mulai abad ketiga
hijriyah mulailah hal ini
dirayakan dengan banyak
sedekah dan perayaan
agung ini diseluruh dunia dan
membawa keberkahan bagi
mereka yang mengadakannya. (Sirah
Al Halabiyah Juz 1 hal 137)
Pada
hakekatnya, perayaan maulid
ini bertujuan mengumpulkan
muslimin untuk Medan Tablig
dan bersilaturahmi sekaligus
mendengarkan ceramah islami
yang diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian
pada Allah dan Rasul saw yang sudah
diperbolehkan oleh Rasul
saw, dan untuk
mengembalikan kecintaan
mereka pada Rasul
saw, maka semua
maksud ini tujuannya
adalah kebangkitan risalah pada
ummat yang dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yang
mengingkarinya karena jelas
jelas merupakan salah
satu cara membangkitkan keimanan
muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan
wa syar’an (secara
logika dan hukum
syariah), karena hal
ini merupakan hal yang
mustahab (yang dicintai),
sebagaiman kaidah syariah
bahwa “Maa Yatimmul waajib
illa bihi fahuwa
wajib”, semua yang
menjadi penyebab kewajiban
dengannya maka hukumnya wajib.
Contohnya saja
bila sebagaimana kita
ketahui bahwa menutup
aurat dalam shalat hukumnya wajib,
dan membeli baju
hukumnya mubah, namun
suatu waktu saat
kita akan melakukan shalat
kebetulan kita tak
punya baju penutup
aurat kecuali harus membeli
dulu, maka membeli
baju hukumnya berubah
menjadi wajib, karena
perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yang wajib .
Contoh lain
misalnya sunnah menggunakan
siwak, dan membuat
kantong baju hukumnya mubah
saja, lalu saat
akan bepergian kita
akan membawa siwak dan
baju kita tak berkantong,
maka perlulah bagi
kita membuat kantong
baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di
pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak
yang hukumnya sunnah.
Maka
perayaan Maulid Nabi
saw diadakan untuk
Medan Tablig dan
Dakwah, dan dakwah merupakan
hal yang wajib
pada suatu kaum
bila dalam kemungkaran,
dan ummat sudah tak perduli dengan Nabinya saw, tak pula perduli apalagi
mencintai sang Nabi saw dan
rindu pada sunnah
beliau saw, dan
untuk mencapai tablig
ini adalah dengan perayaan
Maulid Nabi saw,
maka perayaan maulid
ini menjadi wajib,
karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang
Nabi saw serta silaturahmi.
Sebagaimana penulisan
Alqur’an yang merupakan
hal yang tak
perlu dizaman nabi saw,
namun menjadi sunnah
hukumnya di masa
para sahabat karena
sahabat mulai banyak yang
membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya
para sahabat yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat,
walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
Hal
semacam in telah
difahami dan dijelaskan
oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’anhum, Imam
dan Muhadditsin, para
ulama, fuqaha dan
bahkan orang muslimin yang
awam, namun hanya
sebagian saudara saudara
kita muslimin yang masih
bersikeras untuk menentangnya,
semoga Allah memberi
mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin. Walillahittaufiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar