Sidratul Muntaha - Hubbun Nabi SAW
Headlines News :

NU

s

s

Kubah Masjid Rasulullah Muhammad SAW

Kubah Masjid Rasulullah Muhammad SAW

Shalawat Jalan Selamat

Shalawat Jalan Selamat
Home » » Sidratul Muntaha

Sidratul Muntaha

Written By ahmadmaslakhudin.blogspot.com on Sabtu, 13 Juli 2013 | 14:16

www.majalah-alkisah.com“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (di dalam bentuk aslinya) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Mun­taha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal....”
Dalam kelompok kata Sidratul Muntaha, terdapat dua kata: Sidrah, yang artinya pohon bi­dara, dan al-Muntahâ, yang artinya penghujung akhir. Yakni, sebuah pohon bidara yang dahannya berujung ke atas menandai akhir pucuknya. Kata Sidratul Muntaha merujuk kepada simbol adanya suatu tempat yang berada di atas langit tertinggi, yakni langit ketujuh.
Kata Sidratul Muntaha disebut Al-Qur’an pada surah An-Najm: 13-15, “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (di dalam bentuk aslinya) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Mun­taha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal....”
Ayat itu berkenaan dengan terjadi­nya peristiwa Mi’raj-nya Nabi Muham­mad SAW. Kala itu di Sidratul Muntaha beliau dapat menyaksikan Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya untuk yang kedua kalinya dengan lebih dekat. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang hasan (baik) oleh Al-Hafizh Ibn Hajar, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah SAW telah melihat Jibril di atas Sidratul Muntaha, ia memiliki 600 sayap, tiap-tiap sayap menutupi ufuk. Dari sayap-sayapnya berjatuhan permata dan yaqut yang berwarna-warni indah, yang hanya Allah yang tahu berapa banyaknya.” Asal hadits ini telah diriwayatkan oleh Muslim. Sedangkan kesempatan pertama melihat Jibril adalah saat awal-awal pengutusan be­liau di Gua Hira. Kepada Rasulullah juga diperlihatkan Jannatul Ma’wa (surga Ma’wa), yang posisinya dekat dengan Sidratul Muntaha.
Dalam dua buah riwayat yang ber­beda, satu oleh Ibnu Mas’ud RA dan sa­tunya lagi oleh Anas bin Malik RA, di­sebut­kan, Sidratul Muntaha berada di langit keenam dan langit ketujuh. Sidra­tul Muntaha memiliki akar di langit ke­enam, sedangkan dahan dan cabangnya berada di langit ketujuh.
Sidratul Muntaha juga mengandung arti suatu tempat yang berakhir padanya dari apa yang turun dari atasnya, yakni berupa taqdir-taqdir; juga akhir dari yang naik dari bumi, yakni amal perbuatan ma­nusia dan apa yang terjadi di muka bumi.
Ibnu Dihyah berkata, “Dipilihnya pohon Sidrah dalam perkara ini, bukan semua pohon yang lain, karena Sidrah mempunyai tiga kekhususan, yaitu naungan yang memanjang, rasa yang lezat, dan wangi yang semerbak. Jadi, ia menyerupai iman yang menghimpun­kan ucapan, perbuatan, dan niat, yang mana naungannya seperti amal perbuat­an, rasanya seperti niat, dan wanginya seperti ucapan.”
Dalam tinjauan ilmu hadits, menurut Al-Qurthubi, pendapat kedua sahabat di atas saling bertentangan. Namun se­bagi­an besar ulama mengambil hadits riwayat Anas sebagai pegangan, karena kedudukan haditsnya marfu’ (sanadnya bersambung sampai ke Rasulullah SAW), ketimbang riwayat Ibn Mas’ud, yang mawquf (sanadnya bersandar pada satu orang sahabat). Hal ini juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh gambar­an tentangnya bahwa pada Sidratul Muntaha inilah berakhir ilmu semua nabi yang diutus atau malaikat yang didekat­kan menghadap-Nya.
Sedangkan Al-Hafizh Ibn Hajar ber­pendapat, kedua riwayat ini bukan di­pertentangkan, namun penggabungan dari sebuah pengertian bahwasanya di­mungkinkan akar pohon bidara itu ber­ada di langit keenam dan pucuk dahan­nya berada di langit ketujuh.
Wujud Sidratul Muntaha
Sebagaimana disebutkan sebelum­nya, Sidratul Muntaha digambarkan se­bagai pohon bidara yang sangat besar, yang tumbuh mulai langit keenam hing­ga langit ketujuh. Muqatil menyebutkan riwayat bahwa Sidratul Muntaha terletak di sisi kanan ‘Arsy. Sedangkan Khalil berkata, pohon ini menaungi langit dan surga. Sebagian lainnya meriwayatkan, pohon bidara ini seperti pohon Thuba’, sebagaimana disebutkan dalam QS Ar-Ra’d ayat 29.
Pohon Sidrah ini adalah pohon yang bila seorang berkendaraan di bawahnya membutuhkan waktu seratus tahun. Di­sebutkan dalam kitab Al-Kasysyaf, da­lam waktu tujuh puluh tahun tidak dapat ditempuh. Di bawah satu dahan­nya, da­pat berteduh 100.000 penunggang kuda. Seandainya satu daunnya diletakkan di bumi ini, niscaya dapat menaungi se­luruh penduduk bumi. Bentuk daunnya seperti telinga gajah dan buahnya seperti qulah (tempat air). Dari dasarnya keluar empat sungai; dua sungai yang tampak (di dunia), yaitu Sungai Nil dan Sungai Furat, sementara dua sungai lainnya ter­sembunyi di surga. Muqatil berkata, “Kedua sungai tersebut adalah Sungai Salsabil dan Sungai/Telaga Al-Kautsar.” Demikian keterangan kedua sungai ini yang terdapat dalam kitab Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim. Menurut Kitab As-Suluk, Sidratul Muntaha adalah sebuah po­hon yang terdapat di bawah ‘Arsy. Di­katakan juga, di dasar pohon ini terdapat permadani yang terbuat dari emas.
Tentang daun pohon Sidrah ini, Anas bin Malik RA meriwayatkan dari Malik bin Sha’sha’ah RA, dari Nabi SAW, bahwa beliau menyebutkan hadits Mi’raj, dan di dalamnya disebutkan, “Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha.” Lalu Na­biyullah SAW mengisahkan, “Daunnya seperti telinga gajah dan buahnya seperti bejana batu.” Hadits ini ditakhrij dalam Ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah, juga diriwayatkan Al-Baihaqi.
Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam berbagai hadits tentang Isra Mi’raj tersebut menurut sebagian ulama ha­nyalah berupa gambaran (metafora) se­batas yang dapat diungkapkan kata-kata.
Sidratul Muntaha merupakan sebuah tempat yang ilmu para malaikat saja sampai di situ, tidak melebihinya, dan tak seorang pun sanggup melewatinya ke­cuali Rasulullah SAW. Tidak ada yang sanggup mengetahui apa yang ada lebih dari atasnya melainkan Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam.
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Hubbun Nabi SAW - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger