TAWASSUL - Hubbun Nabi SAW
Headlines News :

NU

s

s

Kubah Masjid Rasulullah Muhammad SAW

Kubah Masjid Rasulullah Muhammad SAW

Shalawat Jalan Selamat

Shalawat Jalan Selamat

TAWASSUL

Written By ahmadmaslakhudin.blogspot.com on Minggu, 22 April 2012 | 14:56


Saudara  saudaraku  masih  banyak  yang  memohon  penjelasan  mengenai  tawassul, waha  saudaraku,  Allah  swt  sudah  memerintah  kita  melakukan  tawassul,  tawassul adalah  mengambil  perantara  makhluk  untuk  doa  kita  pada  Allah  swt,  Allah  swt mengenalkan  kita  pada  Iman  dan  Islam  dengan  perantara  makhluk  Nya,  yaitu  Nabi Muhammad  saw  sebagai  perantara  pertama  kita  kepada  Allah  swt,  lalu  perantara kedua  adalah  para  sahabat,  lalu  perantara  ketiga  adalah  para  tabi’in,  demikian berpuluh puluh perantara sampai pada guru kita, yang mengajarkan kita islam, shalat, puasa, zakat dll, barangkali perantara kita adalah ayah ibu kita, namun diatas mereka ada perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw, sampailah kepada Allah swt.
Allah  swt  berfirman  :  “Hai  orang-orang  yang  beriman,  bertakwalah/patuhlah  kepada Allah  swt  dan  carilah  perantara  yang  dapat  mendekatkan  kepada  Allah  SWT  dan berjuanglah  di  jalan  Allah  swt,  agar  kamu  mendapatkan  keberuntungan”  (QS.Al-Maidah-35).

Ayat ini jelas menganjurkan kita untuk mengambil perantara antara kita dengan Allah, dan  Rasul  saw  adalah  sebaik  baik  perantara,  dan  beliau  saw  sendiri  bersabda  : “Barangsiapa yang mendengar adzan lalu menjawab dengan doa : “Wahai Allah Tuhan Pemilik Dakwah yang sempurna ini, dan shalat yang dijalankan ini, berilah Muhammad (saw)  hak  menjadi  perantara  dan  limpahkan  anugerah,  dan  bangkitkan  untuknya Kedudukan  yang  terpuji  sebagaimana  yang  telah  kau  janjikan  padanya”.  Maka  halal baginya syafaatku” (Shahih Bukhari hadits no.589 dan hadits no.4442)
Hadits  ini  jelas  bahwa  Rasul  saw  menunjukkan  bahwa  beliau  saw  tak  melarang tawassul pada beliau saw, bahkan orang yang mendoakan hak tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan syafaat beliau saw.
Tawassul  ini  boleh  kepada  amal  shalih,  misalnya  doa  :  “Wahai  Allah,  demi  amal perbuatanku yang saat itu kabulkanlah doaku”, sebagaimana telah teriwayatkan dalam Shahih Bukhari dalam hadits yang panjang menceritakan tiga orang yang terperangkap di goa an masing masing bertawassul pada amal shalihnya. 
Dan  boleh  juga  tawassul  pada  Nabi  saw  atau  orang  lainnya,  sebagaimana  yang diperbuat  oleh  Umar  bin  Khattab  ra,  bahwa  Umar  bin  Khattab  ra  shalat  istisqa  lalu berdoa  kepada  Allah  dengan  doa  :  “wahai  Allah..,  sungguh  kami  telah  mengambil perantara  (bertawassul)  pada  Mu  dengan  Nabi  kami  Muhammad  saw  agar  kau turunkan  hujan  lalu  kau  turunkan  hujan,  maka  kini  kami  mengambil  perantara (bertawassul)  pada  Mu  Dengan  Paman  Nabi  Mu  (Abbas  bin  Abdulmuttalib  ra)  yang melihat  beliau  sang  Nabi  saw  maka  turunkanlah  hujan”  maka  hujanpun  turun  dengan derasnya. (Shahih Bukhari hadits no.964 dan hadits no.3507).
Riwayat diatas menunjukkan bahwa : Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan Allah swt.  Para  sahabat  besar  bertawassul  satu  sama  lain  antara  mereka  dan  dikabulkan Allah swt. Para sahabat besar bertawassul pada keluarga Nabi saw (perhatikan ucapan Umar ra  :  “Dengan  Paman  nabi”  (saw).  Kenapa  beliau  tak  ucapkan  namanya  saja?, misalnya  Demi  Abbas  bin  Abdulmuttalib  ra, namun  justru  beliau  tak  mengucapkan nama, tapi mengucapkan sebutan “Paman Nabi” dalam doanya kepada Allah, dan Allah  mengabulkan  doanya,  menunjukkan  bahwa  Tawassul  pada  keluarga  Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar, dan dikabulkan Allah.
Para  sahabat  besar  bertawassul  pada  kemuliaan  sahabatnya  yang  melihat  Rasul saw, perhatikan ucapan Umar bin Khattab ra : “dengan pamannya yang melihatnya” (dengan paman nabi saw yang melihat Nabi saw) jelaslah bahwa melihat Rasul saw mempunyai  kemuliaan  tersendiri  disisi  Umar  bin  Khattab  ra  hingga  beliau menyebutnya  dalam  doanya,  maka  melihat  Rasul  saw  adalah  kemuliaan  yang ditawassuli Umar ra dan dikabulkan Allah.
Dan  boleh  tawassul  pada  benda,  sebagaimana  Rasulullah  saw  bertawassul  pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika  ada  yang  sakit  :  “Dengan  Nama  Allah  atas  tanah  bumi  kami,  demi  air  liur sebagian dari kami, sembuhlah yang sakit pada kami, dengan izin tuhan kami” (shahih Bukhari hadits no.5413, dan Shahih Muslim hadits no.2194), ucapan beliau saw : “demi air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin  yang  dengan  itu  dapat  menyembuhkan  penyakit,  dengan  izin  Allah  swt tentunya,  sebagaimana  dokter  pun  dapat  menyembuhkan,  namun  dengan  izin  Allah pula  tentunya,  juga  beliau  bertawassul  pada  tanah,  menunjukkan  diperbolehkannya bertawassul pada benda mati atau apa saja karena semuanya mengandung kemuliaan Allah swt, seluruh alam ini menyimpan kekuatan Allah dan seluruh alam ini berasal dari cahaya Allah swt.
Riwayat  lain  ketika  datangnya  seorang  buta  pada  Rasul  saw,  seraya  mengadukan kebutaannya  dan  minta  didoakan  agar  sembuh,  maka  Rasul  saw  menyarankannya agar  bersabar,  namun  orang  ini  tetap  meminta  agar  Rasul  saw  berdoa  untuk kesembuhannya, maka Rasul saw memerintahkannya untuk berwudhu, lalu shalat dua rakaat,  lalu  Rasul  saw  mengajarkan  doa  ini padanya,  ucapkanlah :  “Wahai  Allah, Aku meminta  kepada  Mu,  dan  Menghadap  kepada  Mu,  Demi  Nabi  Mu  Nabi  Muhammad, Nabi  Pembawa  Kasih  Sayang,  Wahai  Muhammad,  Sungguh  aku  menghadap  demi dirimu  (Muhammad  saw),  kepada  Tuhanku  dalam  hajatku  ini,  maka  kau  kabulkan hajatku,  wahai  Allah  jadikanlah  ia  memberi  syafaat  hajatku  untukku”  (Shahih  Ibn Khuzaimah  hadits  no.1219,  Mustadrak  ala  shahihain  hadits  no.1180  dan  ia  berkata hadits ini shahih dengan syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim). 
Hadits diatas ini jelas jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini agar berdoa dengan doa  tersebut,  Rasul  saw  yang  mengajarkan  padanya,  bukan  orang  buta  itu  yang membuat buat doa ini, tapi Rasul saw yang mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu,  sebagaimana  juga  Rasul  saw  mengajarkan  ummatnya  bershalawat  padanya, bersalam padanya.
Lalu  muncullah  pendapat  saudara  saudara  kita,  bahwa  tawassul  hanya  boleh  pada Nabi saw, pendapat ini tentunya keliru, karena Umar bin Khattab ra bertawassul pada Abbas  bin  Abdulmuttalib  ra.  Sebagaimana  riwayat  Shahih  Bukhari  diatas,  bahkan Rasul saw bertawassul pada tanah dan air liur. 
Adapula  pendapat  mengatakan  tawassul  hanya  boleh  pada  yang  hidup,  pendapat  ini ditentang  dengan  riwayat  shahih  berikut  :  “telah  datang  kepada  utsman  bin  hanif  ra seorang  yang  mengadukan  bahwa  Utsman  bin  Affan  ra  tak  memperhatikan kebutuhannya, maka berkatalah Utsman bin Hanif ra : “berwudulah, lalu shalat lah dua rakaat di masjid, lalu berdoalah dengan doa : “: “Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu, dan  Menghadap  kepada  Mu,  Demi  Nabi  Mu  Nabi  Muhammad,  Nabi  Pembawa  Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia  memberi  syafaat  hajatku  untukku”  (doa  yang  sama  dengan  riwayat  diatas)”,  nanti selepas kau lakukan itu maka ikutlah dengan ku kesuatu tempat.
Maka orang itupun melakukannya lalu utsman bin hanif ra mengajaknya keluar masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra, lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa  apa  Utsman  bin  Affan  lebih  dulu  bertanya  padanya  :  “apa  hajatmu?”,  orang  itu menyebutkan  hajatnya  maka  Utsman  bin  Affan  ra  memberinya.  Dan  orang  itu  keluar menemui  Ustman  bin  Hanif  ra  dan  berkata  :  “kau  bicara  apa  pada  utsman  bin  affan sampai ia segera mengabulkan hajatku ya..?”, maka berkata Utsman bin hanif ra : “aku tak  bicara  apa2  pada  Utsman  bin  Affan  ra  tentangmu,  Cuma  aku  menyaksikan  Rasul saw  mengajarkan  doa  itu  pada  orang  buta  dan  sembuh”.  (Majmu’  zawaid  Juz  2  hal 279). 
Tentunya doa ini dibaca setela wafatnya Rasul saw, dan itu diajarkan oleh Utsman bin hanif  dan  dikabulkan  Allah.  Ucapan  :  Wahai  Muhammad..  dalam  doa  tawassul  itu banyak  dipungkiri  oleh  sebagian  saudara  saudara  kita,  mereka  berkata  kenapa memanggil  orang  yang  sudah  mati?,  kita  menjawabnya  :  sungguh  kita  setiap  shalat mengucapkan  salam  pada  Nabi  saw  yang  telah  wafat  :  Assalamu  alaika ayyuhannabiyyu…  (Salam  sejahtera  atasmu  wahai  nabi……),  dan  nabi  saw menjawabnya,  sebagaimana  sabda  beliau  saw  :  “tiadalah  seseorang  bersalam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruh ku hingga aku menjawab salamnya” (HR Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10.050) 
Tawassul  merupakan  salah  satu  amalan  yang  sunnah  dan  tidak  pernah  diharamkan oleh  Rasulullah  saw,  tak  pula  oleh  ijma  para  Sahabat  Radhiyallahu’anhum,  tak  pula oleh  para  tabi’in  dan  bahkan  oleh  para  ulama  serta  imam-imam  besar  Muhadditsin, bahkan  Allah  memerintahkannya,  Rasul  saw  mengajarkannya,  sahabat radhiyallahu’anhum mengamalkannya. 
Mereka  berdoa  dengan  perantara  atau  tanpa  perantara,  tak  ada  yang mempermasalahkannya  apalagi  menentangnya  bahkan  mengharamkannya  atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya. 
Tak  ada  pula  yang  membedakan  antara  tawassul  pada  yang  hidup  dan  mati,  karena tawassul  adalah  berperantara  pada  kemuliaan  seseorang,  atau  benda  (seperti  air  liur yang  tergolong  benda)  dihadapan  Allah,  bukanlah  kemuliaan  orang  atau  benda  itu sendiri,  dan  tentunya  kemuliaan  orang  dihadapan  Allah  tidak  sirna  dengan  kematian, justru  mereka  yang  membedakan  bolehnya  tawassul  pada  yang  hidup  saja  dan mengharamkan  pada  yang  mati,  maka  mereka  itu  malah  dirisaukan  akan  terjerumus pada  kemusyrikan  karena  menganggap  makhluk  hidup  bisa  memberi  manfaat, sedangkan  akidah  kita  adalah  semua  yang  hidup  dan  yang  mati  tak  bisa  memberi manfaat  apa  apa  kecuali  karena  Allah  memuliakannya,  bukan  karena  ia  hidup  lalu  ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu sebanding dengan Allah?, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah?,  
Tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah swt. Yang hidup tak akan  mampu  berbuat  terkecuali  dengan  izin  Allah  swt  dan  yang  mati  pun  bukan mustahil memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah swt. 
Ketahuilah  bahwa  pengingkaran  akan  kekuasaan  Allah  swt  atas  orang  yang  mati adalah  kekufuran  yang  jelas,  karena  hidup  ataupun  mati  tidak  membedakan  kodrat Ilahi  dan  tidak  bisa  membatasi  kemampuan  Allah  SWT.  Ketakwaan  mereka  dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat. 
Sebagai  contoh  dari  bertawassul,  seorang  pengemis  datang  pada  seorang  saudagar kaya dan dermawan, kebetulan almarhumah istri saudagar itu adalah tetangganya, lalu saat ia mengemis pada saudagar itu ia berkata “Berilah hajat saya tuan …saya adalah tetangga  dekat  amarhumah  istri  tuan…”  maka  tentunya  si  saudagar  akan  memberi lebih pada si pengemis karena ia tetangga mendiang istrinya, Nah… bukankah hal ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati? Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan  orang  mati  tak  bisa  memberi  manfaat?,  Jelas-jelas  saudagar  itu  akan sangat  menghormati  atau  mengabulkan  hajat  si  pengemis,  atau  memberinya  uang lebih, karena ia menyebut nama orang yang ia cintai walau sudah wafat. 
Walaupun  seandainya  ia  tak  memberi,  namun  harapan  untuk  dikabulkan  akan  lebih besar,  lalu  bagaimana  dengan  Arrahman  Arrahiim,  yang  maha  pemurah  dan  maha penyantun?,  istri  saudagar  yang  telah  wafat  itu  tak  bangkit  dari  kubur  dan  tak  tahu menahu  tentang  urusan  hajat  sipengemis  pada  si  saudagar,  NAMUN  TENTUNYA  SI PENGEMIS  MENDAPAT  MANFAAT  BESAR  DARI  ORANG  YANG  TELAH  WAFAT, entah  apa  yang  membuat  pemikiran  saudara  saudara  kita  menyempit  hingga  tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini.
Saudara  saudaraku,  boleh  berdoa  dengan  tanpa  perantara,  boleh  berdoa  dengan perantara,  boleh  berdoa  dengan  perantara  orang  shalih,  boleh  berdoa  dengan perantara amal kita yang shalih, boleh berdoa dengan perantara nabi saw, boleh pada shalihin,  boleh  pada  benda,  misalnya  “Wahai  Allah  Demi  kemuliaan  Ka’bah”,  atau “Wahai  Allah  Demi  kemuliaan  Arafat”,  dlsb,  tak  ada  larangan  mengenai  ini  dari  Allah, tidak pula dari Rasul saw, tidak pula dari sahabat, tidak pula dari Tabi’in, tidak pula dari Imam  Imam  dan  muhadditsin,  bahkan  sebaliknya  Allah  menganjurkannya,  Rasul  saw mengajarkannya, Sahabat mengamalkannya, demikian hingga kini. Walillahittaufiq
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Hubbun Nabi SAW - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger