Secara garis besar, karya adab dibedakan atas dua genre ( النوع ), yaitu puisi (الشعر) dan prosa ( النثر ). Secara kategoris, puisi bisa dibedakan atas puisi perasaan (الشعر الغنائي أوالوجداني ), puisi cerita (الشعر القصصي أو الملحمي), puisi perumpamaan (الشعر التمثيلي ), dan puisi pengajaran ( الشعر التعليمي ). Prosa bisa dibedakan atas prosa tertulis dan prosa tak tertulis.
Prosa tertulis meliputi prosa naratif (القصة) dan prosa non naratif
(المقال). Prosa naratif meliputi biografi (الرواية), kisah (القصة) ,
cerita pendek (الأقصوصة = القصة القصيرة), dan novel. Adapun prosa non
naratif bisa dibedakan atas prosa subyektif (argumentasi/persuasi)
(المقال الذاتي) dan prosa obyektif (deskripsi/eksposisi) (المقال
الموضوعي). Prosa tak tertulis meliputi pidato (الخطابة), ceramah (baik
ceramah audiovisual (المحاضرة) maupun ceramah auditorial (الحديث
الاذاعي), dan drama (المسرحية). Drama sendiri dibedakan atas drama
komedi (الملهاة) dan drama nonkomedi (المأساة). Diantara berbagai genre
adab diatas, novel dan drama merupakan genre yang tidak asli Arab, akan
tetapi datang dari Eropa.
Perkembangan adab dari masa ke masa
Pada zaman jahiliyah, genre adab yang paling n ialah puisi. Saat itu
puisi yang paling populer ialah المعلقات (Puisi-puisi Yang Tergantung).
Disebut demikian karena puisi-puisi tersebut digantungkan di dinding
Ka’bah. Dinding Ka’bah kala itu kurang lebih juga berfungsi sebagai
“majalah dinding”. Penyair yang paling terkenal pada masa jahiliyyah
ialah Imru’ul Qais. Disamping itu tercatat pula nama-nama seperti
Al-A’syaa, Al-Khansa, dan Nabighah Adz-Dzibyani.
Berdasarkan temanya, puisi zaman jahiliyah dibedakan atas الفخر
(membangga-banggakan diri atau suku), الحماسة (kepahlawanan), المدح
(puji-pujian), الرثاء (rasa putus asa, penyesalan, dan kesedihan),الهجاء
(kebencian dan olok-olok), الوصف (tentang keadaan alam), الغزل (tentang
wanita), الاعتذار (permintaan maaf).
Setelah Islam datang, tidak berarti bahwa puisi-puisi menjadi dilarang.
Islam datang untuk memelihara yang sudah baik, memperbaiki yang kurang
baik, menghilangkan yang buruk-buruk saja, dan melengkapi yang masih
lowong. Tentang puisi, Nabi bersabda,”إن من الشعر حكمة (Sesungguhnya
diantara puisi itu terdapat hikmah)”. Ketika Hasan ibn Tsabit (شاعر
الإسلام ) mengajak untuk mencemooh musuh – musuh Islam, Nabi berkata,
”هجاهم و جبريل معك (Cemoohlah mereka, Jibril bersamamu)”. Nabi pernah
memuji puisi Umayyah ibn Abu Shalti, seorang penyair jahiliyah yang
menjauhi khamr dan berhala. Nabi juga pernah memuji puisi Al-Khansa,
seorang wanita penyair zaman jahiliyyah. Bahkan, Nabi pernah
menghadiahkan burdah (gamis)-nya kepada Ka’ab ibn Zuhair saat Ka’ab
membacakan qasidahnya yang berjudul بنات سعاد . Karena itu, muncullah
apa yang disebut dengan Qasidah Burdah. Di masa permulaan Islam ini,
berkembang pula genre pidato dan surat korespondensi. Surat-surat pada
mulanya dibuat oleh Nabi untuk menyeru raja-raja di sekitar Arab agar
masuk Islam.
Pada masa Bani Umayyah, muncul tema-tema politik dan polemiknya sebagai
dampak dari ramainya pergelutan politik dan aliran keagamaan. Namun,
pada masa ini Islam juga mencapai prestasi pembebasan (القتوح) yang luar
biasa, sehingga banyak memunculkan شعر الفتوح و الدعوة الإسلامية (Puisi
Pembebasan dan Dakwah Islam). Para penyair yang terkenal pada masa ini
antara lain Dzur Rimah, Farazdaq, Jarir, Akhtal, dan Qais ibn
Al-Mulawwih (terkenal dengan sebutan Majnun Laila).
Pada zaman Bani Abbasiyah, surat menyurat menjadi semakin penting dalam
rangka penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semakin kompleks. Dalam
genre prosa, muncul prosa pembaruan (النثر التجديدي) yang ditokohi oleh
Abdullah ibn Muqaffa dan juga prosa lirik yang ditokohi oleh antara
lain Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah Kisah
Seribu Satu Malam (ألف ليلة و ليلة). Dalam dunia puisi juga muncul puisi
pembaruan yang ditokohi oleh antara lain Abu Nuwas dan Abul Atahiyah.
Masa Bani Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa Keemasan Sastra
Arab. Karena Islam juga eksis di Andalusia (Spanyol), maka tidak ayal
lagi kesusastraan Arab juga berkembang disana. Pada zaman Harun
Al-Rasyid, berdiri Biro Penerjemahan Darul Hikmah. Namun hal lain yang
perlu dicatat ialah bahwa pada masa ini banyak terjadi kekeliruan
berbahasa di tengah masyarakat akibat pergumulan yang kuat bangsa Arab
dengan bangsa ajam (non Arab).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar