“Hidup pasti penuh risiko, ujian, dan rintangan. Tapi ingat, semua ujian itu tidak lain adalah kehendak Allah untuk menjadikan kita lebih baik dan bernilai....”
Suatu hari di akhir tahun 1998, salah seorang muhibbin di Ciganjur,
Jakarta Selatan, mengadukan kepada seorang habib muda tentang salah
seorang tetangganya yang kala itu sakit kritis. Warga yang diadukan itu
ternyata adalah seorang ibu paruh baya yang sudah lama menderita
penyakit yang dirasa aneh karena tak juga kunjung sembuh meski sudah
beberapa kali dirujuk ke beberapa dokter. Karena tak kunjung sembuh,
hari demi hari keadaan sang ibu pun semakin mengenaskan. Perutnya kian
buncit dan membesar karena sakit yang dideritanya, namun apa daya
beberapa kali berobat tetap tidak ada perubahan.
Kedatangan kepada habib muda itu
dijadikan kesempatan oleh muhibbin itu untuk meminta doa darinya, dengan
harapan penderitaan sang ibu paruh baya tadi dapat berakhir. Karena,
dalam keyakinan mereka, doa seseorang yang dekat dengan Allah, terlebih
lagi keturunan Rasulullah, lebih cepat dikabulkan.
Namun, yang dimintai doa merasa dirinya
bukanlah orang yang tepat sebagainana diharapkan orang yang datang
kepadanya itu. Tapi, karena didesak dan merasa iba terhadap penderitaan
sang ibu paruh baya tadi, habib muda itu pun meminta kepada Allah untuk
kesembuhan sang ibu. Ia kemudian mengumpulkan beberapa anak muda yang
sudah mahir membaca Al-Qur’an untuk mengambil wudhu dan berdzikir.
Setelah bertawassul kepada Rasulullah SAW dan para awliya’, habib muda
itu pun memimpin jama’ah membaca Ratib Al-Aththas dengan niat khusus
untuk kesembuhan sang ibu.
Diceritakan, dengan izin Allah, tak lama
kemudian dari perut sang ibu keluar berbagai macam benda aneh, di
antaranya pecahan beling, paku, kaca, dan sebagainya, yang diyakini itu
semua adalah kiriman dari seseorang yang berniat jahat kepada sang ibu.
Berangsur-angsur sang ibu pun kembali sehat wal afiat, sembuh dari sakit
yang dideritanya.
Dengan kejadian itu, nama habib muda itu
pun mulai menjadi buah bibir di tengah masyarakat sekitar Ciganjur
sebagai sosok habib muda yang “dapat mengobati” penyakit, termasuk
santet. Sosok muda itu tidak lain adalah Habib Hasan bin Ja`far Assegaf,
pengasuh Majelis Nurul Musthofa.
Sudah Ada Mataharinya
Di sela-sela kepadatan aktivitas dakwahnya, selepas buka puasa, Habib Hasan berkenan menerima alKisah di Sekretariat Majelis Nurul Musthofa, Jln. R.M. Kahfi 1 Gg. Manggis, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan menuturkan penggalan perjalanan hidupnya hingga menjadi sosok dai yang termasyhur di Jakarta dengan Majelis Nurul Musthofa asuhannya, yang kini memiliki puluhan ribu jama’ah di seluruh penjuru Jabodetabek. Ulasan selengkapnya baca majalah alKisah edisi 18.
Di sela-sela kepadatan aktivitas dakwahnya, selepas buka puasa, Habib Hasan berkenan menerima alKisah di Sekretariat Majelis Nurul Musthofa, Jln. R.M. Kahfi 1 Gg. Manggis, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan menuturkan penggalan perjalanan hidupnya hingga menjadi sosok dai yang termasyhur di Jakarta dengan Majelis Nurul Musthofa asuhannya, yang kini memiliki puluhan ribu jama’ah di seluruh penjuru Jabodetabek. Ulasan selengkapnya baca majalah alKisah edisi 18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar